Jumat, 19 Oktober 2012

Saya Merasa Terpanggil

“Hampir saja asset ini diambil alih oleh Singapura. Saya merasa tertantang untuk menyelamatkan aset bangsa ini” (Majalah MATRA edisi April 2004)
Bak panglima militer menginspeksi pasukannya. Prabowo subianto disambut saat tiba di lokasi pabrik kertas miliknya pt kiani kertas di makajang, kalimantan timur. PT Kiani memang ‘mainan’ baru bisnis pria yang akrab disapa 08 ini. Semula, pabrik seluas sekitar 3.400 hektare itu milik pengusaha nasional bob hasan. Perusahaan tersebut diambil alih prabowo, setelah sempat “dirawat” bppn (badan penyehatan perbankan nasional). Pabrik itu, selain dilengkapi dengan pelabuhan laut, juga memiliki bandara sendiri bandara kiani lungsuran naga. Pabrik ini juga dilengkapi dengan fasilitas umum bagi para karyawannya, mulai dari rumah tinggal, sekolah, rumah sakit, hingga tempat peribadatan. `haaipir saja aset negara ini diambil alih oleh singapura. Saya merasa tertantang untuk menyelamatkan aset bangsa ini,” kisah prabowo, tatkala melakukan pemeriksaan ke setiap sudut pabrik. ‘Kalian ini adalah pejuang ekonomi. Harus punya jiwa nasionalisme yang kuat,” ujar pria yang kini tampak sedikit gemuk itu. Orasinya disambut riuh tepuk tangan para karyawan PT. Kiani Kertas. Begitulah, semangat nasionalismenya tampak membuncah, dan tak pernah hilang. Terbukti, ia berulang kali mengharapkan adanya semangat nasionalisme dan patriotisme pada karyawannya. Senyumnya terus mengembang. Sesekali, pria ini mengeluarkan joke-joke segar, dan membuat suasana menjadi cair. Kala di militer, banyak orang kerap menyebut Prabowo “the rising star”. Pada usia 47 tahun i1998i, ia sudah diangkat menjadi panglima komando cadangan strategi angkatan darat (pangkostrad).

Diterima pelbagai kalangan. Soal isu penculikan aktivis, prabowo menyatakan bahwa itu bukan penculikan, tapi penangkapan karena mereka ada dalam daftar pencarian orang (dpo) setelah meledaknya bom di tanah tinggi pada awal 1998. Meski begitu, ia tetap dengan kesatria mengambil alih tanggung jawab dari anak buahnya.

Banyak cerita dramatis yang berkembang di seputar berhentinya salah satu (mantan) menantu Pak Harto ini dari dinas kemiliteran. Namun, tampaknya pria kelahiran Jakarta, 17 Oktober 1951, ini tak mau menoleh ke belakang. Setelah sempat lama di luar negeri, membantu bisnis adiknya, Hashim Djojohadikusumo, dia pulang ke Indonesia. Di sini, pria yang gaya bicaranya selalu berapi-api ini memimpin Nusantara Energy sebuah grup bisnis yang bergerak dalam pengelolaan dan perdagangan beberapa komoditas sumber daya alam. Bisnisnya mulai dari minyak kelapa sawit, minyak bumi, pertambangan, pulp, sampai perikanan.

Di Karazanbasmunai, ia menangani sebuah perusahaan minyak yang berkedudukan di Kazakstan. Pria yang masih tampak awet muda ini duduk sebagai komisaris. Di perusahaan lain, PT Tidar Kerinci Agung, sebuah produsen minyak kelapa sawit ia menjabat presiden direktur. Sementara di Nusantara Energy, pria ini tercatat sebagai CEO. Posisi yang sama ia pegang di PT Jaladri Nusantara, sebuah perusahaan perikanan.
Sibuk berbisnis, rupanya, putra begawan ekonomi Alm. Sumitro Djojohadikusumo ini tak main-main untuk menjadi orang nomor satu di bumi pertiwi, Presiden RI. Ketika Partai Golkar, melalui Konvensi Golkar, melamarnya menjadi salah satu kandidat calon presiden, Prabowo menyambut hangat lamaran partai berlambang pohon beringin itu. Sikapnya dituangkan dengan lugas di hadapan Pemimpin Redaksi Nasional di Hotel Hilton, Jakarta, iermasukkepada_S_S_BLdi Rahardjo dari MATRA.

Wawancara kedua dilakukan Abdul Kholis, S. Dian Adryanto, Irwan Duse, dan fotografer Bachren Luksardinul di Gedung Bidakara Lantai 9, Jakarta. Kala itu, Prabowo menerima MATRA, sehari setelah keputusan Kasasi Mahkamah Agung membebaskan Akbar Tanjung dari kasus tuduhan korupsi. “Saya kenal Pak Akbar Tanjung sudah lama. Sebagai sahabat, bagaimanapun kondisinya saya harus datang ke rumahnya. Kalau kemarin keputusannya beliau dinyatakan bersalah, saya pun tetap datang,” ujarnya dalam wawancara berikutnya, usai acara Presidential Candidate Watchers, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. “Sebagai kawan, dalam keadaan senang atau susah harus tetap berkawan. Kalau ada perbedaan sikap politik atau pandangan soal kemasyarakatan, itu lain ceritanya,” katanya tegas. Lebih jauh, berikut petikannya:

Persiapan Anda sebagai calon presiden (capres), sejauh mana?
Saya kira, Anda sudah melihat proses politik yang berjalan, terutama dalam lingkungan Golkar yang menyelenggarakan konvensi, dan saya sudah mengikutinya sejak Agustus. Anda bisa menilai bahwa saya sudah mengikuti dan saya sudah siap menghadapinya.
Di dalam konvensi, persaingannya seperti apa, sih? Persaingannya sehat dan positif. Di antara kandidat, kan, banyak kawan dan sahabat saya. Semua saya hormati. Jadi, persaingan masih dalam tahapan yang baik dan positif.
Kenapa tak buat partai sendiri ?
Membuat partai itu, kan, tidak gampang. Membutuhkan sosialisasi waktu yang lama, uang yang tidak sedikit, kader yang banyak. Saya ini tentara. Saya lihat Golkar juga dulu riwayat hidupnya didirikan oleh TNI. Partai ini sangat cocok dengan sumpah saya sebagai prajurit. Hanya Golkar yang membuka pintu bagi orang luar. Jadi, lebih efisien bagi saya untuk berjuang melalui kendaraan yang sudah ada.

Apa yang mendorong Anda ingin jadi presiden?
Masalah keterpanggilan sebagai warga negara yang bertanggung jawab untuk menyediakan diri demi negaranya yang sedang kesulitan. Masalahnya, bangsa kita dalam keadaan sulit dan setiap warga negara berhak berjuang untuk membangun kembali negaranya. Jadi, saya terpanggil karena faktor itu.
Kita maju dengan sebuah solusi yang memuat sebuah platform untuk ditawarkan kepada partai Golkar, lalu kepada rakyat. Kondisi bangsa kita memang cukup rawan. Bangsa kita seolah sulit keluar dari keterpurukan. Ini masalah utama. Di mana-mana terjadi keadaan yang saya sebut sebagai the Indonesian paradox: negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi yang besar, tapi rakyatnya miskin.
Kenapa? Krisis ekonomi yang bcsar ini seolah menghancurkan jerih payah pembangunan bangsa selama 32 tahun. Dan, sekarang kita tahu apa y ang sedang terjadi, namun tidak mengambil langkah yang realistis untuk keluar dari kejatuhan itu. Yang terjadi malah pertikaian, kerusuhan, caci maki, perang antarsuku dan agama.

Menurut Anda, elite politik kita tidak becus mengurus negeri ini?
Elite kita tidak mencari solusi, tapi malah terjerumus dalam perpecahan. Inilah yang rawan. Krisis ekonomi pada 1997 1998, kan, tidak terjadi hanya pada kita, tapi juga Thailand, Hong Kong, Malaysia, dan Filipina. Kita lihat mereka semua sudah keluar dari krisis, sedangkan kita masih terus seperti ini. Memang ada beberapa pakar mengatakan, indikator ekonomi membaik, begitu juga dengan bursa. Tapi, siapa yang main di bursa itu? Itu, kan, dari luar. Ratusan juta rakyat kita, boro-boro main di bursa, cari makan saja susah. Jangan menipu rakyat dengan kata-kata seperti itu.

Dalam kondisi sekarang, mana dulu yang perlu dibenahi, ekonominya atau orang-orang yang duduk di pemerintahan?
Sebetulnya beberapa ahli sudah menjawabnya. Banyak orang sudah tahu bahwa Indonesia mengalami krisis moral dan kepemimpinan. Bahkan, elite kita sebetulnya mengecewakan. Saya enggak ngerti, kita tidak tahu, atau tidak enak untuk mengakui, atau pura-pura tidak tahu bahwa masalahnya adalah masalah kegagalan kepemimpinan.

Dalam pencalonan presiden, Anda merasa didukung rakyat?
Saya yakin, apa yang saya katakan tadi sudah dirasakan oleh sebagian besar rakyat kita. Mereka sesungguhnya lebih merasakan dibandingkan dengan saya bahwa ekonomi masih sulit. Kita sekarang tidak menguasai sektor strategis dari ekonomi modern. Komunikasi tidak dikuasaa, pabrik-pabrik semen sebagian besar sudah dikuasai asing. Bank juga begitu. Bahkan, sekarang modal asing boleh masuk ke media massa termasuk telekomunikasi. Kalau begini terus, kita akan jadi bangsa kacung.

Anda tak setuju dengan langkah pemerintah dalam hal privatisasi?
Privatisasi harus mengutamakan kepentingan nasional. Kalau terpaksa privatisasi, tidak perlu divestasi mayoritas, beri saja 20% atau 30% nya. Jadi, kalau kontrol manajemen sudah diserahkan kepada negara asing, bagaimana kita?

Kabarnya Anda juga tak setuju dengan pembelian pesawat tempur Sukhoi?
Saya ini, kan, bekas panglima. Bidang saya pertahanan keamanan. Saya tahu masalah pertahanan dan keamanan (hankam). Dan, inti dari hankam adalah kesejahteraan rakyat. Jadi, menurut saya, prioritasnya yang keliru. Bukan cocok tanam yang digenjot, malah mau beli senjata canggih.

Jika Anda terpilih sebagai presiden, langkali prioritas apa yang akan dilakukan?
Membangun dengan segera suatu pemerintahan nasional yang bersih, kuat, dan efektif. Itu langkah pertama. Sulit, tapi harus. Tidakkah problem Indonesia ini disebabkan oleh para elit elit yang tidah bertanggung jawab, yang tidak peduli pada nasib rakyat:

Pertama, banyak dana pemerintah yang semestinya dipakai untuk kesejahteraan rakyat dalam bidang kesehatan danpendidikan justru masuk ke kocek segelintir orang yang sebenarnya sudah kaya. Hal ini menjadi sangat ironis di tengah kemiskinan sebagian besar rakyat Indonesia.

Kedua, korupsi yang meng hambat kinerja ekonomi. Akibatnya, rakyat makin jauh terpuruk Karena menyusutnya lapangan kerja dan merosotnya upah buruh.Mengutip data Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) dan Organisasi Buruh se-Dunia (ILO), sekitar 48% (atau 100 juta lebih) penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Ringin Contong | Berbagi Kasih Untuk Sesamanya